Selamat Datang di Website Kami,

Kami adalah para pecinta bumi dari MANSDA SAVE EARTH CLUB. Anggota kami sementara masih 10 orang dari para guru maupun siswa.
Kami sangat prihatin ketika ambang kehancuran bumi ada di depan mata. Kayaknya kami tidak bisa hanya tinggal diam dan menutup mata pada realitas itu.
Kami peduli, namun kami masih baru melangkah. Namun, kami sangat yakin jejak langkah kami akan semakin jauh untuk menyelematkan bumi.
Anda mau bergabung? Luruskan niat dan tulus.
Save Earth, because We Love Our Earth !!

Salam,
MSEC

Kamis, 18 Desember 2008

Ya ! Banjir Lagi !

oleh : Naufal

Banjir di Jakarta tak cuma disebabkan hujan, tetapi yang lebih tepat adalah disebabkan oleh kesewenangan manusia. Warga seenaknya membuang sampah, dan tidak mau membuang sampah pada tempatnya. Malahan mereka sering membuang sampah ke saluran air atau sungai. “Kan jadi kotor!” Aparat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semaunya kasih izin mendirikan bangunan tanpa memikir kesediaan lahan untuk meresap air. Di zaman 2008 ini para rakyat yang tertindas mengistilakan bahwa “Uang adalah segalanya”. Kalau kita lihat bersama, istilah itu berguna untuk orang yang memiliki banyak uang. Mereka dengan leluasa membangun apa yang mereka inginkan tanpa memperhatikan dampak dari ulahnya itu. Dasar orang kaya, maunya menang sendiri. Betul nggak ?

Perlu kita ketahui bersama bahwa banjir telah menenggelamkan banyak daerah di Indonesia saat ini. Bahkan kini banjir tidak bisa lagi ditangani dengan cara-cara normal. Misalnya, hanya dengan mengantisipasi turunnya hujan. Menguras saluran air yang mampet. Yang paling rutin adalah bergotong royong mengeruk sungai yang dangkal akibat tumpukan sampah dan sejenisnya.

Ada dua masalah besar penyebab banjir besar yang menjadi ancaman setiap tahun .

Pertama.

Curah hujan yang di luar ukuran normal.

Menurut perkiraan banyak analis iklim, hal itu disebabkan terjadinya perubahan iklim global, sehingga perlu menyadarkan masyarakat dan pemerintah negara-negara di dunia melalui konferensi PBB tentang perubahan iklim global di Bali, Desember lalu.

Karena perubahan iklim global ini, juga karena ulah kita umat manusia yang rakus dan tamak mengeksploitasi sumber daya alam. Sehingga perkiraan cuaca, terutama mengenai curah hujan dan angin, tidak bisa diperkirakan dengan akurat lagi. Akibatnya, tidak banyak antisipasi yang bisa dilakukan, baik untuk mengantisipasi banjir maupun untuk mengonsolidasi penyelamatan dini. Situasi kini menjadi lebih buruk karena kita dikenal sebagai bangsa yang cuek bin acuh terhadap ancaman buruk kerusakan lingkungan.

Kedua.

Dampak buruk dari perubahan iklim global, semakin menjadi-jadi karena kesembronoan dalam memilih strategi pembangunan fisik, tata ruang, dan pengelolaan sistem lingkungan. Dalam contoh banjir di Jakarta dan sekitarnya yang tiap tahun makin luas dan makin parah.

Kalau rakyat disuruh berkomentar, mereka banyak yang sepakat hal itu disebabkan buruknya pembangunan fisik serta penataan Jakarta dan sekitarnya. Tapi kenyataannya rakyat takut untuk memberikan komentar mereka. Itu disebabkan karena mereka menganggap ide-ide mereka tidak akan diperhatikan. Pembangunan gedung baru yang modern terus berlanjut dengan akselerasi yang sulit dikendalikan tanpa memperhatikan area resapan air dan tatanan kota yang tidak sesuai dengan tata ruang perkotaan yang aman. Daerah resapan air di dataran tinggi bukan hanya tidak dilindungi, melainkan justru dieksploitasi dengan amat buruk. Sehingga air yang jatuh dari langit dengan volume tinggi praktis sebagian besar tidak diresap oleh bumi. Air hujan itu justru bergumul menjadi bah dan banjir besar (longsor).

Banjir pun menjadi bencana yang meminta banyak korban karena juga tak diartikulasikan melalui sistem pengaliran air, penampungan bah, serta drainase yang memadai dan fungsional. Karena itu, mustahil ke depan kota besar seperti Jakarta mampu mengatasi bencana banjir jika sikap, antisipasi, dan penanganan masalah tersebut hanya berputar-putar pada hal-hal yang konvensional. “Ya, saya setuju!” Contohnya mereka hanya memberbanyak tenaga bantuan bencana. Hanya memperbanyak perahu-perahu pengungsi. Hanya menyediakan tempat mengungsi. Hanya menyediakan obat-obatan, makanan, dan pakaian. Meskipun mereka telah berusaha, saya sebagai penulis mengatakan tidak. Mengapa begitu? Tanya Kenapa? Itu disebabkan karena mereka hanya berupaya untuk menyelamatkan agar tidak ada korban akibar banjir. Mereka tidak memikirkan bagaimana cara mengubah Jakarta supaya tidak banjir lagi. Kalau dipikir secara logika, kita akan berkata,”Jakarta ja banjir, apalagi kota-kota lain” Loh koq melenceng dari judul. Ya kita kembali ke bacaan aja ya! Nggak marah kan?

Upaya tersebut sama sekali tidak menjadi usaha yang berarti untuk menghadang atau meminimalkan bencana banjir, selama tidak disertai gerakan revolusioner serta terobosan terbaru dalam penataan lingkungan, pembangunan fisik perkotaan, menghentikan eksploitasi sumber daya alam, menghentikan perusakan sistematis dataran tinggi yang menjadi penyangga sistem topografi, serta menyelamatkan kawasan resapan air di daerah hulu. Dengan membaca artikel ini semoga dapat mendorong kita semua terutama pihak yang terlibat. Untuk apa? Yaitu untuk menjadikan kota yang menjadi tempat kelahiran kita bebas banjir. Ya…… Perlu disadari bahwa ini adalah pr yang berat loh bagi pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat. Kita sebagai rakyat Indonesia hanya bisa mendoakan agar pemerintah dapat menyelesikan masalah-masalah yang dihadapinya terutama masalah banjir. Amin!






0 komentar:

Posting Komentar